Wasiat Para Badal
“Pada setiap masa, akan selalu hadir seorang abdal. Ia sangat dekat dengan Allah. Kalau salah seorang di antara mereka wafat, Allah akan menggantikannya dengan abdal yang lainnya. Dengan demikian, ia selalu ada di tengah-tengah masyarakat.”
Suatu ketika, Ibrahim bin Azham kedatangan beberapa tamu. Ia tahu betul bahwa para tamunya itu bukanlah orang biasa. Mereka adalah para wakil yang ditunjuk oleh sang pemimpin tarekat, atau biasa disebut sebagai badal. Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa kelak di hari kebangkitan nanti, kaum budala’ akan berdiri dalam satu barisan tersendiri. Rasulullah Saw. juga pernah mengatakan bahwa para badal itu adalah orang-orang yang sangat dekat dengan Allah.
“Pada setiap masa, akan selalu hadir seorang abdal. Ia sangat dekat dengan Allah. Kalau salah seorang di antara mereka wafat, maka Allah akan menggantikannya dengan abdal yang lainnya. Dengan demikian, ia selalu ada di tengah-tengah masyarakat.” Demikian sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Thabrani.
Kehadiran abdal itu merupakan cara Allah untuk menyelamatkan suatu masyarakat dari bencana. Sebab, lantaran adanya para abdal itulah, Allah bersedia menurunkan hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta menghidupkan dan mematikan.
“Apakah maksudnya ya Rasulullah, sehingga karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?” tanya para sahabat yang mendengar sabda Nabi Saw. tersebut.
“Apabila mereka berdoa agar Allah memanjangkan usia seseorang, maka Allah akan panjangkan usia orang itu. Begitu pula, jika mereka berdoa agar orang zalim itu binasa, Allah akan binasakan orang zalim itu. Abdal itu bisa mencapai kedudukan yang tinggi bukan karena banyak shalatnya, puasanya, ataupun karena banyak ibadah hajinya. Melainkan karena dua hal, yaitu sifat kedermawanan dan kecintaan yang tulus kepada sesama kaum Muslim,” jawab Nabi Saw.
Tingginya kedudukan para badal itulah, yang kemudian membuat Ibrahim bin Azham sangat menghormati mereka. Ia menyambut kedatangan mereka dengan suka hati dan rasa penghormatan yang dalam. Setelah para badal itu akan berpamitan, Ibrahim bin Azham pun meminta agar mereka sudi kiranya memberikan beberapa nasihat untuk dirinya.
“Berilah aku wasiat agar aku bisa takut kepada Allah sebagaimana rasa takut yang kalian miliki,” pinta Ibrahim bin Azham.
Maka, salah seorang dari para badal itu mewakili badal yang lainnya, berkata:
“Kami wasiatkan kepadamu tujuh perkara. Pertama, sesungguhnya, jika orang banyak bicara, maka janganlah engkau harapkan adanya kesadaran di dalam hatinya. Kedua, jika orang banyak makan, maka janganlah engkau harapkan akan kata- kata hikmah darinya. Ketiga, jika orang banyak bergaul dengan manusia, maka janganlah engkau harapkan akan memperoleh kemanisan dalam beribadah.” Pesan para badal yang keempat adalah, “Janganlah mengharapkan husnul khatimah pada orang yang cinta pada dunia. Kelima, janganlah terlalu mengharapkan hati yang hidup dari seorang yang bodoh. Keenam, janganlah terlalu mengharapkan kelurusan agama pada orang yang senang berkawan dengan orang yang zalim. Dan yang terakhir, ketujuh, janganlah kamu mengharapkan akan memperoleh keridhaan Allah pada orang yang selalu mencari keridhaan pada manusia.”
Ketujuh nasihat itu diperhatikan betul-betul oleh Ibrahim bin Azham di dalam menjalani kehidupannya sebagai seorang sufi. Dan ketujuh wasiat itu pun, mudah-mudahan dapat kita praktikkan di dalam diri kita sendiri. Bukan dipergunakan untuk menilai orang lain. Sebab, kesibukan menilai orang lain itu akan melalaikan kita dari menilai diri sendiri.
Istilah badal secara harfiah mengandung makna sebagai pengganti. Sedangkan bentuk jamaknya adalah budala yaitu sekelompok orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi imam bagi perjalanan kaum ruhani dalam bertemu Allah.
Disadur dari buku Mutiara Hikmah, Kisah Para Kekasih Allah, karya Ummi Alhan Ramadhan Mazayasyah, Penerbit Darul Hikmah
Jemputan Artikel dari : http://m.kolom.abatasa.co.id/kolom/detail/hikmah/880/wasiat-para-badal.html
Tidak ada komentar :
Posting Komentar